Referral Banners

Selasa, 27 Januari 2009

Waspadai Serangan Afasia pasca-stroke


Pasien stroke bukan hanya mengakibatkan seseorang terkena dampak lumpuh, juga bisa menyebabkan seseorang menjadi afasia (kesulitan bicara dan berkomunikasi).

Dokter spesialis saraf dari Omni Hospital Pulomas, dr Ronny Yoesyanto SpS mengatakan, penyakit stroke merupakan gangguan pembuluh darah otak yang terjadi tiba-tiba. Kasusnya bisa berupa penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah sehingga mengakibatkan pendarahan di otak. Salah satu efek dari stroke, Ronny menyebutkan, adalah afasia yakni seseorang tidak dapat lagi berkomunikasi atau sulit berbicara.

Umumnya, tingkat keparahan dan luasnya cakupan penderita afasia tergantung lokasi dan keparahan cedera otak. Sementara itu, dokter spesialis bedah saraf dari Omni Hospital Pulomas, Prof Dr Sidiarto Kusumoputro SpS mengatakan, afasia merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari penyakit stroke.

"Afasia atau gangguan berbahasa adalah ketidakmampuan orang untuk melakukan komunikasi linguistik," papar Sidiarto di seminar "Gangguan Berkomunikasi pasca-Stroke" di Omni Hospital Pulomas, pekan lalu.

Di otak terdapat berbagai bagian dengan fungsi yang berbeda-beda. Pada kebanyakan orang, bagian untuk kemampuan menggunakan bahasa terdapat di sisi kiri otak. Jika terjadi cedera pada bagian bahasa di otak, maka terjadilah apa yang disebut afasia ini. Sidiarto mengatakan, gejala afasia banyak dijumpai sebagai akibat sebuah stroke di belahan (hemisfer) otak kiri yang memang menjadi pusat berbahasa bagi orang yang cekat tangan kanan (right hinder).

"Afasia adalah gangguan linguistik atau tata bahasa yang dijabarkan sebagai sebuah penurunan dan disfungsi dalam isi, bentuk, penggunaan bahasa, dan terkait dengan proses kognitif," tutur spesialis saraf lulusan Universitas Indonesia ini.

Pada beberapa pasien, penderita afasia dapat mengerti bahasa dengan baik, tetapi yang menjadi kendala bagi mereka adalah kesulitan untuk mendapatkan katakata yang tepat atau sulit berkomunikasi.

"Diperlukan peranan keluarga atau orang terdekat dalam menangani pasien afasia. Beruntunglah orang Indonesia yang masih banyak dirawat keluarganya. Artinya, pihak keluarga harus sabar dalam berkomunikasi dengan pasien afasia," sebut Sidiarto yang sudah menerbitkan delapan buku ini. Sidiarto juga menjelaskan, stroke merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu.

Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan jaringan tersebut.

"Stroke disebabkan adanya penyumbatan pembuluh darah otak atau karena bocornya pembuluh darah sehingga menimbulkan perdarahan otak," paparnya.

Sementara itu, Ronny mengatakan, stroke merupakan penyakit yang memiliki gejala samar. Beberapa gejala tersebut di antaranya pikun, penurunan daya ingat, atau bicara menjadi cadel. Untuk serangan stroke yang parah bisa juga terjadi, seperti badan menjadi lumpuh sebelah, kejang, bicara menjadi cadel atau pelo, penglihatan berkurang hingga buta sama sekali, koma, dan pusing berat.

"Beberapa penanganan harus segera diatasi karena apabila tidak diatasi, tidak menutup kemungkinan penyakit ini bisa semakin parah," sebutnya. Ronny juga menambahkan, dalam menangani stroke terdapat istilah golden period atau jangka waktu terbaik penanganan stroke, yakni paling lama empat jam usai serangan atau setelah timbul gejala.

"Tingkat keparahan pada stroke apabila tidak segera diatasi, bisa menimbulkan kecacatan sampai kematian," tutur dokter yang mengambil kedokteran umum di Universitas Brawijaya, Malang. Bila dapat diselamatkan, terkadang si penderita kehilangan ingatan atau afasia. (sindo//lsi)

Sumber: Okezone

1 komentar: